Carilah di sini

Senin, 12 Agustus 2013

SUNGKUN DAN SURTI

Salah seorang cucu saya yang masih duduk di kelas satu sekolah dasar, pernah beberapa kali minta uang kepada ibunya. Tak banyak yang dimintanya, hanya seribu atau lima ratus rupiah sekali meminta. Karena sering jumlahnya tentu menjadi lumayan banyak, lagi pula terasa mengganggu oleh ibunya. Akhirnya anak itu disodori lembaran lima puluh ribuan oleh ibunya. Ia tak mau menerima uang itu dan hari itu ia tak merengek lagi minta uang hingga petang.
Dalam bahasa Sunda pemberian ibunya Ima yang terakhir itu disebut nyungkun. Pemberian yang tidak wajar supaya orang yang diberi mengetahui bahwa yang memberinya merasa jengkel dan tidak senang. Sikap Ima, cucu saya itu, yang tidak mau diberi uang yang nilainya tidak wajar, terlalu besar, dalam bahasa Sunda disebut surti.
Saya, dan mungkin sebagian besar orang Sunda, tidak menganggap pemberian yang terakhir itu sebagai tanda ibunya Ima sakit atau menyetujui perbuatan Ima. Saya mencari padanan kata sungkun dan surti itu dalam bahasa Indonesia tapi belum menemukannya. Barangkali kedua kata itu menunjukkan salah satu kearifan lokal etnik Sunda. Namun boleh jadi juga kearifan seperti itu dimiliki oleh etnik lain di tanah air kita ini.
Salah satu buktinya ketika Prita Mulyasari diharuskan membayar ganti rugi kepada sebuah rumah sakit, dengan ajakan seseorang warga Jakarta, spontan berbagai lapisan masyarakat mengumpulkan koin untuk membayarkan ganti rugi itu. Pengumpulan uang itu bisa jadi menunjukkan ketidak setujuan atas putusan hakim yang mengharuskan Prita membayar ganti rugi. Ketidak setujuan itu dilakukan dengan nyungkun. Sikap yang seakan-akan menyetujui dengan cara membayar ganti rugi, padahal yang dimaksud adalah sebaliknya. Adapun sikap rumah sakit yang kemudian mencabut gugatan perdata terhadap Prita menunjukkan sikap surti. Sikap surti yang boleh dikatakan terlambat. Seharusnya sejak semula surti bahwa tuntutan itu dinilai tidak wajar oleh orang banyak.
Mudah-mudahan keputusan hakim membebaskan Prita merupakan sikap surti atas rasa keadilan masyarakat yang didasarkan pada fakta hukum yang ada.
Saya hanya ingin menunjukkan salah satu sisi sikap budaya kita yang tidak selalu berterus terang. Tidak selalu menunjukkan ketidak setujuan dengan perlawanan. Seringkali ketidak setujuan dilakukan dengan sikap yang seakan-akan setuju yang berlebihan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar