Carilah di sini

Rabu, 03 Februari 2010

HIDUP SEKARANG LEBIH BAIK

Betapapun sulitnya kehidupan yang kita alami kini, kiranya masih jauh lebih baik dibandingkan dengan hidup di masa penjajahan dulu. Tulisan Sewaka (Gubernur Jawa Barat di zaman perang kemerdekaan) "Tjorat-Tjaret dari djaman ke djaman" memberi gambaran betapa dihinakannya bangsa kita waktu itu. Kuwu (Kepala Desa) pada tahun duapuluhan abad keduapuluh, jika menghadap Camat harus duduk bersila di lantai sedangkan yang dihadapnya duduk di kursi. Kalau Kuwu saja tidak boleh duduk sama tinggi jika mengahadap Tjamat, apa lagi kalau menghadap Controleu (pejabat bangsa Belanda di bawah Asisten Residen).
Berikut ini petikan dari "Tjorat-Tjaret dari djaman ke djaman" yang memberi gambaran keadaan antara tahun 1921 - 1925, yaitu saat Sewaka menjadi Asisten Wedana (Camat) Jatiwangi.
. . .
Pada waktu saja mulai mendjabat pekerdjaan tjamat maka per-tama2jang saja lihat ialah djauhnja hubungan antara bestir dan masjarakat. Hubungan itu boleh dikatakan hanja ada, djika ada kumpulan orang banjak disalah satu desa dimana seorang tjamat harus hadir, atau djika terdjadi suatu perkara politie jang menjebabkan seorang tjamat harus bertemu dengan anggauta-anggauta masjarakat. Dapat dikatakan bahwa diluar Dinas tidak ada hubungan sama sekali. Pun para kepada desa (kuwu2) jang sebenarnja merupakan tenaga2 pembantu untuk lantjarnja pemerintahan diketjamatan, nampaknja selalu bersikap djauh-djauh sadja. Dengan keadaan jang sedemikian itu tidaklah akan mungkin pemerintahan dapat berdjalan baik. Berdasarkan atas kejakinan ini, maka saja berusaha untuk mendekatkan diri kepada masjarakat. Mula2 saja lakukan terhadap para kuwu dengan permintaan agar mereka pada waktu berkumpul di ketjamatan duduk dikursi. Perlu diterangkan bahwa pada waktu itu adalah satu kebiasaan jang para kuwu duduk dibawah djika menghadap pada tjamat.; demikian pula pada waktunja kumpulan mereka harus duduk diatas tikar. Tindakan ini diambil agar mereka merasa lebih "vrij" dan dengan demikian dapat lebih leluasa memadjukan rupa2 hal dalam kumpulan itu.
Langkah ini rupanja agak menarik perhatian dari jang diatas djuga. Terbukti dari datangnja seroang Controleur jang mengahdliri kumpulan ketjamata, jang kemudian menanjakan kepada saja, apakah maksudnja dari pemberian duduk dikursi pada kuwu2itu.
Atas pertanjaan itu, maka tidak saja djawab seperti jang dimaksud semula, jaitu agar vrij dan leluasa, sebab dengan adanja Controleur itu terlihat beberapa kuwu bersikap “zenuwachtig” dan ada beberapa dari mereka jang mengangkat kakinja dan berduduk “sila”, tetapi atas pertanjaan itu saja berikan alasan lain ja'ni untuk menghilangkan rasa sedih saja jang para kuwu harus duduk dibawah sedang seorang bangsa lain jang kebetulan pada waktu kumpulan saja panggil, umpamnja seorang tjina mindering, harus duduk dikursi.
Mendengar djawaban ini Controleur tinggal diam dan sampai habis kumpulan tidak berbitjara lagi.
Bahwa para kuwu terlihatnja agak zenuwahtig memang dapat dimengerti, sebab djika mereka terhadap tjamat sadja sudah bersikap ketakutan, terlebih lagi terhadap Kg. T. Controleur.
. . .
Tentu saja kita berharap keadaan seperti itu tidak terulang lagi.