Carilah di sini

Selasa, 28 Februari 2017

Ara Suhara Si Penakluk Kartosuwirjo


SIAPA tak kenal dengan Sukarmadji Maridjan Kartosuwirjo. Sejarah men­catatnya sebagai seorang gembong ge­rakan separatis DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) yang sangat meresahkan masyarakat Jawa Barat hingga awal tahun 1960-an. Banyak orang menganggapnya se­bagai orang yang "berilmu" hingga terkesan sangat licin untuk ditangkap selama bertahun-tahun.
Hutan belantara adalah tempat persem­bunyian gerombolan ini. Saat kekurangan perbekalan, mereka pun turun ke kampung-kampung untuk menjarah makanan dan har­ta. Tak jarang, kekerasan pun dilakukan jika ada yang berupaya menentang aksi mereka. Masyarakat saat itu melencengkan kepanja­ngan gerombolan DI ini yaitu gerombolan duruk imah (bakar ramah) yang selalu di­lakukan saat menjarah kampung. Adalah Ara Snhara (78), seorang penduduk asli Kp./Desa Maruyung Kec. Pacet Kab. Ban­dung. Meskipun hanya seorang tentara berpangkat rendah saat itu, namun kebera­niannya mampu menangkap Kartosuwirjo. Pimpinan DI/TII itu, ditangkap 4 Juni 1962 di persembunyiannya di salah satu gubuk di Gunung Geber Kab. Bandung (sekarang wilayah Kamojang).
Ara Suhara waktu itu berpangkat sersan. Ia tergabung dalam Kompi C Batalyon 328/Ku-jang I Kodam Vl/Siliwangi (sekarang Kodam III/Siliwangi) pimpinan Letda Anda Suhanda.
Ara menuturkan kisah ini di sela-sela acara "Mulangkeun Panineungan Ka Mangsa Ope­rasi Pager Bitis 1962" di Lapangan Keca­matan Ibun Kab. Bandung, Sabtu (12/5).
Posisi gerombolan diketahui saat dila­porkan adanya penjarahan di Kp. Pangauban Pacet. Sayangnya, anggota pasukan Kompi C berada pada kondisi menu­run. Saat itulah, Ara memu­tuskan mengikuti jejak gerombolan DI/TII sendirian.
Setelah diketahui persem­bunyian Kartosuwirjo, Ara menerobos masuk dan men­odongkan senjatanya kepada para pejabat DI/TII, di-antaranya Aceng Kuraia (Pan­glima Pasukan DI/TII) dan Dodo Muhammad Darda (Sekretaris DI/TII sekaligus anak Kartosuwirjo). Pada saat bersamaan, pasukan TNI yang bergabung dengan rakyat tiba.
Ara pun tiba pada salah satu gubuk. Meskipun ia sama sekali tak mengetahui wajah Kartosuwirjo, namun mewahnya barang yang ada dalam gubuk itu, Ara yakin tempat tersebut merupakan persembunyian Kartosuwirjo.
"Kartosuwirjo sedang duduk dengan pasrah. Kami pun sempat bercakap-cakap. Anehnya, dia tahu bahwa istri saya tengah mengandung dan mengatakan bahwa anak yang dikandung itu adalah laki-la­ki. Dia pun memberi saya satu pulpen” ujar Ara.
Kala itu? istri Ara memang tengah mengandung anak ke­dua mereka. Anak lelaki yang kelak diberi nama Sekar Ibrahim itu kini berpangkat Mayor dan bekerja sebagai dokter di RS Dustira Cimahi. Kata Sekar diambil dari nama Sukarmadji Maridjan Karto­suwirjo, sementara Ibrahim diambil dari nama Pangdam VI/Siliwangi waktu itu, Ibrahim Adjie.
Kabar tentang tertangkap­nya Kartosuwirjo, sekaligus akhir perjuangan melawan DI/TII tahun 1962.
Lalu, apa yang didapat Ara Suhara setelah menangkap Kartosuwirjo?
"Sejak itu, setiap atasan banyak yang naik pangkat. Tapi, saya. Diberikan karunia dari Allah dengan anak 10" ucapnya.

Kebersamaan
Peristiwa Pagar Betis tahun 1962, merupakan salah satu wujud kebersamaan antara tentara dan rakyat. Demikian dikatakan Adang S., Ketua Panitia acara "Mulangkeun Panineungan Ka Mangsa Ope­rasi Pager Bitis 1962". Menu­rut Adang, kebersamaan ini sudah waktunya dibangkitkan kembali untuk memerangi kemiskinan dan kebodohan yang kini menjadi musuh laten bangsa Indonesia.
Acara tersebut digagas oleh Paguyuban Warga Ku­jang Satu (PWKS). Lapangan di Kec. Ibun Kab. Bandung di­pilih karena pada saat itu merupakan lokasi menyerah­nya para pendukung Karto­suwirjo.
Sejumlah pelaku sejarah dan saksi mata operasi Pagar Betis yang hadir dalam acara kemarin, di antaranya adalah Brigjen TNI (Pum.) Ngudiono dan Kolonel (Pum.) Lili Sumatri
Hadir juga Danrem 062/Tarumanagara Kol. Inf. Adang Rachmat Sudjana, Dandim 0609/Kab. Bandug--Cimahi Letkol Inf. Handy Guniardi, politisi senior Jabar Tjetje Padmadinata, Ketuai DPD Golkar Jabar Uu Rukmana, serta Direktur Utama PT Pikiran Rakyat Bandung Syafik Umar.
Konsep Pagar Betis meru­pakan usulan dari Danrem Bo­gor waktu itu, Ishak Djuarsa. Ribuan rakyat yang kesal ter­hadap ulah DI/TII bersatu dengan sekitar 30 batalyon tentara dari mulai Banten hingga Gunung Ciremai, untuk mengepung setiap daerah yang diduga menjadi persem­bunyian 




Pikiran Rakyat
HALAMAN  1 dan 13

 BANDUNG – MINGGU (KLIWON) 13 MEI 2007