Carilah di sini

Rabu, 03 November 2010

DAYEUHKOLOT KAPAN TAK BANJIR LAGI ?

Dayeuhkolot dan Baleendah yang dipisahkan sungai Citarum merupakan salah satu bagian terendah dari cekungan Bandung. Bermuaranya sejumlah anak sungai, baik yang berasal dari pegunungan yang terletak di selatan Bandung maupun yang datang dari pegunungan di utara cekungan ini di sekitar Dayeuhkolot dan Baleendah menunjukkan hal itu. Disebut salah satu bagian terendah bukan berarti satu-satunya bagian terendah, karena ada daerah lain yang letaknya lebih rendah. Sungai Citarum, yang memisahkan kecamatan Dayeuhkolot dengan Baleendah, di sini mengalir dari arah timur ke barat, menunjukkan bahwa posisi daerah hilirnya lebih rendah dari kedua kecamatan ini. Jadi masih ada daerah yang letaknya lebih rendah.
Posisi ini menunjukkan bahwa Dayeuhkolot dan Baleendah tidak seharusnya dianggap wajar menjadi langganan banjjir. Bukan hanya karena ada wilayah lain yang letaknya lebih rendah, melainkan juga kenyataan duapuluh hingga tigapuluhan tahun yang lalu wilayah yang terkena banjir tidak seluas sekarang. Sebagai contoh lapangan sepakbola Yon Zipur 3, Kantor Desa Dayeuhkolot di kampung Bojongasih, Kampung Kaum tempat Masjid Besar As-Sofia sekarang berada, dahulu tidak pernah banjir. Ketika terjadi banjir besar tahun 1986 beberapa tempat yang disebut di atas bahkan dijadikan tempat mengungsi. Jalan Mama Yuda (Bolero) yang sekarang seluruh ruas jalannya beberapa kali terendam banjir, dahulu hanya sebagian kecil saja yang terendam.

Senin, 11 Oktober 2010



Masjidil Haram, 4 Juli 2006.
Jemaah boleh membawa kursi lipat untuk tempat duduk jika yang bersangkutan tidak kuat lama berdiri. Pada sisi kanan potret ada jemaah yang shalat sambil duduk di kursi lipat. Untuk yang tidak bisa berjalan boleh menggunakan kursi roda ke dalam masjid. Informasi ini mudah-mudahan berguna bagi yang akan menunaikan ibadah haji atau umrah.

Selasa, 31 Agustus 2010

SUKABIRUS DESA CITEUREUP

Setelah STT Telkom (sekarang IT Telkom) dibangun di lokasi bekas Stasiun Pemancar Radio Palasari dengan gerbang utama menghadap ke sebelah timur, ke jalan desa yang menghubungkan desa Citeureup dan desa Sukapura, wilayah sekitarnya seperti Sukabirus, Cigombong, Ciranjeng, Manggadua, dan Sukapura berkembang dengan sangat pesat. Apalagi setelah dibangun jalan tembus dari jalan desa yang menghubungkan Sukabirus dengan Sukapura ke jalan Raya Bojongsoang menyeberangi sungai Cikapundung, wilayah yang berkembang pesat itu semakin luas. Pemukiman semakin padat penghuni, pesawahan dan kebun pun beralih fungsi menjadi pemukiman.
Semakin padatnya penduduk di wilayah sekitar IT Telkom bukan disebabkan program KB tidak berhasil melainkan disebabkan oleh bertambahnya para pendatang. Bukan hanya mahasiswa yang akan menuntut ilmu di perguruan tinggi milik PT Telkom itu saja, melainkan juga mereka yang datang mengadu untung di sini. Ada yang membangun rumah kos, ada yang berdagang kebutuhan sehari-hari para mahasiswa yang dari tahun ke tahun banyaknya terus bertambah.

Kamis, 01 April 2010

BANJIR MELANDA DAYEUHKOLOT



Jln. Raya Dayeuhkolot dari pertigaan "Aloen" hingga ke jembatan berubah menjadi sungai. Paling atas pangkal Jln. Mama Yuda (Bolero) dari arah Jln. Raya Dayeuhkolot. Tengah Jln. Raya Dayeuhkolot dilihat dari pertigaan Jln. Bolero ke arah tenggara. Bawah Jln. Raya Dayeuhkolot dilihat dari pertigaan Jln. Bolero ke arah utara. Gambar diambil tanggal 21 Maret 2010.

SETELAH BANJIR AGAK SURUT . . .














Murid-murid SD Negeri Dayeuhkolot 10 menunggu perahu untuk masuk sekolah yang masih dikepung banjir pada tanggal 31 Maret 2010. Sekolah ini sama dengan tetangganya (SD Negeri Dayeuhkolot 7 sudah lebih sepekan "libur banjir"

Rabu, 10 Maret 2010

JIKA MENGHADAPI PERBEDAAN PENDAPAT . . .

Jika mengenai suatu masalah ada beberapa pendapat yang nampaknya berbeda, sebaiknya kita jangan bersikap menghakimi dengan membenarkan pendapat yang satu dan menyalahkan yang lain tanpa menyelidikinya lebih dahulu. Hal ini berlaku dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengamalan ajaran agama. Ada sejumlah contoh yang dapat kita pelajari dalam praktek kehidupan di masa Rasulullah saw. yang menunjukkan hal ini.
Ketika beliau saw mengutus sejumlah shahabat untuk merebut benteng bani Kuraizah. Beliau berpesan agar para shahabat mengerjakan shalat ashar setelah berhasil sampai ke tempat tujuan. Ketika masih dalam perjalanan waktu shalat ashar hampir habis. Sebagian shahabat mengerjakannya saat masih dalam perjalanan. Sebagian shahabat baru mengerjakan shalat ashar setelah berhasil menaklukan bani Kuraizah, saat itu sudah masuk waktu maghrib. Ketika misi itu telah selesai dan para shahabat kembali ke tempat Rasulullah saw, mereka melaporkan kejadian itu. Rasulullah saw tidak mengomentarinya. Ini dapat disimpulkan kedua kelompok itu tidak ada yang disaslahkan oleh beliau. Kalau ada yang dinilai salah tentu ditegurnya.
Dalam mengerjakan mandi janabat. Sebagian orang mengerjakannya dengan berwudhu lebih dahulu kemudian mengalirkan air ke seleuruh tubuh. Sebagian orang lagi berwudhu lebih dahulu tanpa membasuh kedua kaki, kemudian mengalirkan air ke seluruh tubuhnya, baru kemudian membasuh kedua kakinya. Sebagian yang lain mengalirkan air ke seluruh tubuh lebih dahulu baru kemudian berwudhu. Bahkan ada yang hanya mengalirkan air kesuluruh tubuhnya tanpa mengerjakan yang lain-lain.
Saya hanyalah seorang awam dalam agama. Jadi tidak pantas jika menentukan cara mana yang benar. Karenanya mencoba berusaha mencari keterangan mengenai tata cara mandi janabat itu dari sumber yang menurut saya dapat dipercaya. Pertama saya baca dalam terjemah Ringkasan Shahih Bukhari dua buah hadits mengenai tata cara mandi janabat itu. Satu bersumber dari Ummul mu’minin Aisyah ra, dan satu lagi dari Ummul mu’minin Maimunah ra. Keduanya isteri Rasulullah saw.
Dari Hadits Aisyah r.a. dapat dirinci bahwa mandi wajib yang dilakukan Rasulullah saw itu sebagai berikut :
1. beliau memulainya dengan mencuci kedua tangannya.
2. kemudian berwudhu, sebagaimana wudhu untuk shalat,
3. kemudian beliau memasukkan jari-jari tangannya ke dalam air,
4. setelah itu menggosokkannya di sela-sela rambutnya.
5. Kemudian ia menyiram kepalanya sebanyak tiga kali cidukan, setelah itu meratakan (menyiramkan) air ke seluruh tubuhnya.
Sementara itu menurut Maimunah ra, urutan mandi wajib yang dilakukan Rasulullah saw itu sebagai berikut :
1. berwudhu seperti wudhu untuk shalat tetapi tidak membasuh kedua kakinya,
2. beliau mencuci kemaluannya serta kotoran-kotoran yang melekat padanya,
3. setelah itu beliau menyiramkan air ke badannya.
4. kemudian beliau memindahkan kedua kakinya (dari tempat semula) lalu mencucinya.
Hadits Aisyah ra dan Hadits Maimunah di atas isinya hampir sama, yaitu mengenai tata cara mandi wajib yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. Perbedaanny terletak pada membasuh kaki.
Menurut Aisyah r.a. mencuci kaki dilakukan sebelum menyiramkan air ke seluruh badan. Ini diketahui dari kalimat . “kemudian berwudhu, sebagaimana wudhu untuk shalat”. Menurut Maimunah r.a. mencuci kaki dilakukan sesudah menyiramkan air ke seluruh badan seperti ucapannya “berwudhu seperti wudhu untuk shalat tetapi tidak membasuh kedua kakinya”.
Karena keduanya bersumber dari isteri-isteri Rasulullah saw dan diriwayatkan oleh pengumpul hadits yang dikenal sangat hati-hati : Al Bukhari, maka kedua hadits itu dapat dijadikan pegangan.
Wallahu a'lam

Rabu, 03 Februari 2010

HIDUP SEKARANG LEBIH BAIK

Betapapun sulitnya kehidupan yang kita alami kini, kiranya masih jauh lebih baik dibandingkan dengan hidup di masa penjajahan dulu. Tulisan Sewaka (Gubernur Jawa Barat di zaman perang kemerdekaan) "Tjorat-Tjaret dari djaman ke djaman" memberi gambaran betapa dihinakannya bangsa kita waktu itu. Kuwu (Kepala Desa) pada tahun duapuluhan abad keduapuluh, jika menghadap Camat harus duduk bersila di lantai sedangkan yang dihadapnya duduk di kursi. Kalau Kuwu saja tidak boleh duduk sama tinggi jika mengahadap Tjamat, apa lagi kalau menghadap Controleu (pejabat bangsa Belanda di bawah Asisten Residen).
Berikut ini petikan dari "Tjorat-Tjaret dari djaman ke djaman" yang memberi gambaran keadaan antara tahun 1921 - 1925, yaitu saat Sewaka menjadi Asisten Wedana (Camat) Jatiwangi.
. . .
Pada waktu saja mulai mendjabat pekerdjaan tjamat maka per-tama2jang saja lihat ialah djauhnja hubungan antara bestir dan masjarakat. Hubungan itu boleh dikatakan hanja ada, djika ada kumpulan orang banjak disalah satu desa dimana seorang tjamat harus hadir, atau djika terdjadi suatu perkara politie jang menjebabkan seorang tjamat harus bertemu dengan anggauta-anggauta masjarakat. Dapat dikatakan bahwa diluar Dinas tidak ada hubungan sama sekali. Pun para kepada desa (kuwu2) jang sebenarnja merupakan tenaga2 pembantu untuk lantjarnja pemerintahan diketjamatan, nampaknja selalu bersikap djauh-djauh sadja. Dengan keadaan jang sedemikian itu tidaklah akan mungkin pemerintahan dapat berdjalan baik. Berdasarkan atas kejakinan ini, maka saja berusaha untuk mendekatkan diri kepada masjarakat. Mula2 saja lakukan terhadap para kuwu dengan permintaan agar mereka pada waktu berkumpul di ketjamatan duduk dikursi. Perlu diterangkan bahwa pada waktu itu adalah satu kebiasaan jang para kuwu duduk dibawah djika menghadap pada tjamat.; demikian pula pada waktunja kumpulan mereka harus duduk diatas tikar. Tindakan ini diambil agar mereka merasa lebih "vrij" dan dengan demikian dapat lebih leluasa memadjukan rupa2 hal dalam kumpulan itu.
Langkah ini rupanja agak menarik perhatian dari jang diatas djuga. Terbukti dari datangnja seroang Controleur jang mengahdliri kumpulan ketjamata, jang kemudian menanjakan kepada saja, apakah maksudnja dari pemberian duduk dikursi pada kuwu2itu.
Atas pertanjaan itu, maka tidak saja djawab seperti jang dimaksud semula, jaitu agar vrij dan leluasa, sebab dengan adanja Controleur itu terlihat beberapa kuwu bersikap “zenuwachtig” dan ada beberapa dari mereka jang mengangkat kakinja dan berduduk “sila”, tetapi atas pertanjaan itu saja berikan alasan lain ja'ni untuk menghilangkan rasa sedih saja jang para kuwu harus duduk dibawah sedang seorang bangsa lain jang kebetulan pada waktu kumpulan saja panggil, umpamnja seorang tjina mindering, harus duduk dikursi.
Mendengar djawaban ini Controleur tinggal diam dan sampai habis kumpulan tidak berbitjara lagi.
Bahwa para kuwu terlihatnja agak zenuwahtig memang dapat dimengerti, sebab djika mereka terhadap tjamat sadja sudah bersikap ketakutan, terlebih lagi terhadap Kg. T. Controleur.
. . .
Tentu saja kita berharap keadaan seperti itu tidak terulang lagi.

Senin, 11 Januari 2010

"NYUNGKUN" DAN "SURTI"

Salah seorang cucu saya yang masih duduk di kelas satu sekolah dasar, pernah beberapa kali minta uang kepada ibunya. Tak banyak yang dimintanya, hanya seribu atau lima ratus rupiah sekali meminta. Karena sering jumlahnya tentu menjadi lumayan banyak, lagi pula terasa mengganggu oleh ibunya. Akhirnya anak itu disodori lembaran lima puluh ribuan oleh ibunya. Ia tak mau menerima uang itu dan hari itu ia tak merengek lagi minta uang hingga petang.
Dalam bahasa Sunda pemberian dariibu cucu saya tadi yang terakhir itu disebut nyungkun. Pemberian yang tidak wajar supaya orang yang diberi mengetahui bahwa yang memberinya merasa jengkel dan tidak senang. Sikap cucu saya itu, yang tidak mau diberi uang yang nilainya tidak wajar, terlalu besar, dalam bahasa Sunda disebut surti.
Saya, dan mungkin sebagian besar orang Sunda, tidak menganggap pemberian yang terakhir itu sebagai tanda ibunya cucu saya itu sakit atau menyetujui perbuatan Ima. Saya mencari padanan kata sungkun dan surti itu dalam bahasa Indonesia tapi belum menemukannya. Barangkali kedua kata itu menunjukkan salah satu kearifan lokal etnik Sunda. Namun boleh jadi juga kearifan seperti itu dimiliki oleh etnik lain di tanah air kita ini.
Saya hanya ingin menunjukkan salah satu sisi sikap budaya kita yang tidak selalu berterus terang. Tidak selalu menunjukkan ketidak setujuan dengan perlawanan. Seringkali ketidak setujuan dilakukan dengan sikap yang seakan-akan setuju yang berlebihan.