Dahulu di kota Bandung, jalan raya yang
menuju ke luar kota umumnya diberi nama sesuai dengan daerah yang ditujunya. Jalan
raya yang menuju ke Lembang dinamai jalan Lembang. Yang menuju ke Dayeuhkolot,
Ciparay dan Banjaran dinamakan jalan Banjaran. Jalan yang menuju ke Buahbatu disebut
jalan Buahbatu. Jalan yang menuju ke Soreang diberi nama jalan Kopo, nama salah
satu tempat di Soreang. Hanya dua ruas jalan raya yang menuju ke luar kota yang
tidak mengambil nama tempat tujuannya, jalan raya yang menuju ke Cileunyi dan yang
menuju ke arah Cimahi. Ruas jalan ini mulai dari perempatan dengan jalan Pasar
Baru (sekarang jalan Oto Iskandar Dinata) ke arah barat dinamakan jalan Raya
Barat (pada zaman penjajahan namnya Grote Postweg West,) sampai ke batas kota sebelah barat. Dan
mulai dari tempat itu ke timur disebut jalan Raya Timur (zaman penjajahan
: Grote Postweg Oost) hingga ke batas
kota sebelah timur. Nama ruas-ruas jalan tersebut hanya sampai ke batas kota.
Jalan Raya Barat
kemudian diganti namanya menjadi Jalan Jenderal Sudirman sampai ke batas kota
di bawah jembatan layang jalan tol Pasteur. Dari perempatan dengan jalan Oto
Iskandar Dinata ke timur sampai ke “Parapatan Lima” dinamai jalan Asia Afrika,
dari dari “Parapatan Lima” sampai ke Cicaheum di namakan jalan Jendral Ahmad
Yani, dan dari Cicaheum sampai ke Cibiru dinamakan jalan Jenderal A.H. Nasution. Penamaan “Parapatan
Lima” ini tergolong unik yang diberikan secara tidak formal oleh sebagian warga
Bandung. Di tempat ini bertemu lima ruas jalan : Jalan Sunda di selatan dan
utara, jalan Asia Afrika di sebelah barat, jalan Ahmad Yani di timur laut dan
jalan Jenderal Gatot Subroto di sebelah timur. Seharusnya bukan “parapatan
lima” melainkan “simpang lima”.. Hanya kalau kita menanyakan simpang lima,
boleh jadi tidak akan difahami orang.
Penamaan jalan
dengan nama tokoh nasional merupakan salah satu langkah untuk mengingat
sejarah. Nama ruas jalan utama yang menghubungkan kota Bandung dengan kota dan
kabupaten lain yang digunakan sekarang memang nama tokoh-tokoh yang sudah
dikenal masyarakat saat ini. Tetapi bisa jadi sebagian dari tokoh-tokoh itu pun
ada yang sudah kurang dikenal lagi sekarang. Karenanya penggunaan nama-nama
para tokoh itu diharapkan dapat menjadi pengingat akan jasa dan pengorbanan
mereka.
Jenderal Sudirman (24 Januari 1916 - , 29 Januari
1950 )adalah Panglima Besar TNI yang dalam keadaan sakit tetap
memimpin perang gerilya melawan Belanda. Hampir setiap orang mengenalnya.
Jenderal Gatot Subroto (1907 – 1962) adalah salah seorang tokoh pejuang militer
Indonesia. Pernah menjadi Wakil KSAD. Pada masa perang kemerdekaan pernah
menjadi Gubernur Militer Jawa Tengah.
Jenderal A.H.
Nasution(1918 – 2000) adalah salah seorang okoh militer Indonesia. Ahli perang
gerilya. Pernah menjadi KSAD dan Menteri Hankam. Pada awal Orde Baru menjadi
Ketua MPRS. Pada masa perang kemerdekaan, ketika pimpinan pemerintahan RI
ditawan Belanda, Kolonel A.H. Nasution
memimpin Markas Besar Komando Djawa (MBKD). Sedangkan Markas Besar Komando Sumatra saatg itu
dipimpin Kolonel Hidayat
Martaatmaja.
Dr. Setia Budi, nama
aslinya Douwes Dekker, seorang keturunan Belanda yang berjuang untuk
kemerdekaan Indonesia di zaman penjajahan. Bersama-sama dengan Dr.. Cipto dan
Suwardi Suryaningrat beliau mendirikan Indiscje Partij. Partai politik pertama
di negeri kita pada tahun 1912.
Mohammad Toha
adalah seorang pejuang pada masa perang kemerdekaan yang meledakkan gudang
mesiu Belanda di Dayeuhkolot. Sampai sekarang belum diakui sebagai Pahlawan
oleh pemerintah tetapi tetap dikenang oleh warga dan pemeromtah Kabupaten
Bandung . Di Dayeuhkolot, di tempat bekas gudang mesiu yang diledakkannya
didirikan sebuah tugu. Sekitar tahun 1957 dibangun dengan swadaya masyarakat,
tapi tahun sembilan puluhan diganti dan ditata ulang oleh pemerintah daerah
Kabupaten Bandung. Di kompleks pemda Kabupaten Bandung di Soreang ada gedung
yang dinamai Gedung Mohammat Toha. Kodam III Siliwangi telah lebih dahulu
mengabadikan nama Mohammad Toha untuk nama sebuah gedung di Kologdam yang
terletak di jalan Aceh.
K.H. Wahid Hasyim, salah seorang pahlawannasional.
Menjelang proklamasi kemerdekaan anggota BPUPKI kemudian PPKI. Beliau ayahanda
dari mantan Presiden Abdurahman Wahid. Menteri Agama R I yang pertama, dan kembali
menjadi Menteri Agama pada pada awal tahun lima puluhan. Meninggal dalam
kecelakaan lalu lintas di daerah Cimahi pada 19 April 1953.
Ruas-ruas jalan
lain yang menggunakan nama orang-orang yang berjasa antara lain jalan Jenderal
Ibrahim Adjie.untuk mengenang salah seorang Panglima Siliwangi, Letnan Jenderal
Ibrahim Adjie (1924 – 1999). Pada masa jabatannya sebagai Pangdam Siliwangi
pasukan Siliwangi berhasil menangkap SM Kartosuwiryo. Ruas jalan ini mulai dari
jalan Ahmad Yani (Cicadas) sampai ke Kordon (pertigaan ruas jalan ini dengan
jalan
Jalan
Soekarno-Hatta itu sendiri merupakan ruas jalan dari perempatan jalan Jenderal
Sudirman dan jalan Elang di sebelah barat sampai ke Cibiru. Ada juga jalan
Hata, salah satu ruas jalan yang menghubungkan jalan Cipaganti (sekarang jalan
Wiranatakusumah) dan jalan Cihampelas. Dalam situs bandungheritage.org/data/ nama-jalan.pdf disebutkan nama
lama jalan tersebut Hataweg. Kurang jelas apakah nama ini ada hubungannya
dengan Bung Hatta atau tidak.
Jalan Lembong yang terletak antara perempatan jalan Braga
dan jalan Suniaraja di sebelah barat hingga ke peremptan jalan Sumatera, jalanVeteran
dan jalan Tamblong di sebelah timur, dahulunya bernama jalan Rumah Sakit Lama.
Namanya diganti menjadi jalan Lembong untuk memperingati Letnan Kolonel Lembong
yang gurur dibunuh pasukan Westerling.
Mengabadikan nama seseorang yang berjasa
pada nama ruas jalan sudah dilakukan sejak zaman penjajajah. Jalan Wastukencana
mulai dari perempatan jalan Cihampelas ke timur sampai ke perempatan jalan Aceh
pada zaman penjajahan dinamai Engelbert van Bevervoordeweg. Engelbert van
Bevervoorde kelahiran
Makasar 26 Juni 1881 tewas di Bandung , 18 Septem-ber 1918 dalam kecelakaan
pesawat terbang di lapangan terbang Sukamiskin adalah seorang perwira penerbang
tentara Belanda. Dari penelusuran nama jalan ini dapat diketahui bahwa lapangan
terbang pertama di Bandung terletak di Sukamiskin. Baru pada tahun 1925 dipindahkan
ke Andir yang sekarang bernama bandar udara Husein Sastranegara mengabadikan
salah seorang perintis TNIAU. Husein Sastranegara lahir
di Cianjur, Jawa Barat, 20 Januari 1919 – meninggal di Yogyakarta, 26 September 1946 pada umur 27 tahun.
Dari perempatan jalan Cihampelas dan
jalan Wastukencana ke arah barat sampai ke ujung jalan dr. Cipto terletak jalan
dr. Abdul Rivai. Dr. Abdul Rivai (lahir
di Palembayan,
Agam, Sumatera Barat, 13 Agustus 1871 – meninggal
di Bandung, Jawa Barat, 16 Oktober 1937pada umur 66 tahun)
adalah orang Indonesia pertama yang memperoleh
gelar dokter dari Belanda. Tepatnya dari Universiteit
Gent Belgia – 23 Juli 1908 dengan gelar Doctor in de Medicijnen, Chirurgie
en Verloskunde (Dokter medis, Bedah dan Obstetri). Dr. Abdul Rivai juga dikenal sebagai orang Indonesia pertama yang
menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu di Eropa ketika sedang menuntut ilmu
di sana,selain membantu sejumlah surat kabar di tanah air. Tahun 1974 mendapat
gelar Perintis Pers Indonesia.
Jalan Boscha mungkin
diduga telah digunakan sejak zaman kolonial, padahal ketika kita belum
mkerdeka, nama jalan itu Ruyterlaan untuk mengenang Admiral Michiel Adriaenszoon de Ruyter (Vlissingen, 24 Maret 1607 - Baai vanSyracuse, 29 April 1676). Setelah Indonesia
merdeka nama jalan itu diganti menjadi Jl. Boscha, pemilik perkebunan zaman
Belanda yang antara lain mendirikan Observatorium Boscha. Ruas jalan ini
terletak antara perempatan jalan Lamping dan jalan RAA Wiranatakusumah
(Cipaganti) sampai ke jalan Sampurna.
kang ada sumbernya gak ????
BalasHapusAda beberapa sumber termasuk dari Wikipedia
Hapus