Rebuplik ini bukan
hadiah dari penjajah. Lama sebelum kemerdekaan diproklamasikan telah
diperjuangkan oleh para pendahulu kita yang kemudian menjadi para pendiri
negara ini. Jalan yang mereka tempuh penuh onak duri penderitaan. Salah satunya
seperti tulisan berikut ini.
dari
SUKAMISKIN
ke
ISTANA NEGARA
Sekelumit
kisah bung Karno Menudju Indonesia Merdeka
BUNG
KARNO DITANGKAP
Oleh
: GATOT MANGKUPRADJA
PADA
tanggal 25 - 26 Desember 1929 di Bandung telah diadakan pertemuan antara
pemimpin Partai2 Politik jang diwakili oleh masing2 Anggota Pengurus Besarnja
jang maksudnja membulatkan tekad untuk mendirikan suatu Badan Permufakatan.
Dalam pertemuan permusjawaratan itu jang dipimipin oleh Sdr. alm. Husni Thamrin
hadir antara lain Bung Karno, Sartono, Dachlan Abdullah, Bakri Suraatmadja,
Otto Iskandar Dinata, Sutisna Sendjaja, R.A.A. Kusumo Utojo, Dr. Samsi, Mr.
Iskaq Tjokrohadisurjo, Ir. Anwari, Dr. Sukiman, Sjahbudin Latif dll.
Karena
dalam beberapa hal belum ada kebulatan, maka permusjawaratan akan dilandjutkan
di Solo pada tanggal 27 Desember 1929.
Tanggal
26 Desember 1929 pagi hari l.k. djam 5 kami, Bung Karno, zus Inggit, Maskoen,
Mang Ojib dengan berkendaraan satu auto taxi Chevrolet Touiring kepunjaan sdr.
Suhada (Ada) menudju kekota Solo. Waktu itu dikota sangat ramainya, mungkin
karena ada patjuan kuda. Kita menudju rumah Sdr. Mr. Singgih, dan didjemput
oleh sdr. Sudarjo Tjokrosisworo, seorang Wartawan Nasionalis, jang membawa kita
kerumah dimana kita akan bermalam, sesudah kita bersama makan di restorant
Imron.
Kami
masih ingat akan suatu perdebatan jang hebat antara dua kawan separtai Sdr. Dr.
Sukiman dan Driowongso, dan kalau tidak salah, jang mendjadi soal
pertentangannja itu, ialah mengenai kata "Moefakat", karena dalam
permusjawaratan diperbintjangkan soal-soal jang menentukan. "Apakah
sesuatu putusan mengikat atau hanja Mufakat sadja."
Selesai
pertemuan maka kami (rombongan Bung Karno) kembali menudju ke Djokja, kerumah
Sdr. Mr. Sujudi, dimana kita bermalam.
Pada
malam hari 27/28 Desember 1929 ada Pesta di Kesultanan Paku Alam, dalam resepsi
mana Bung Karno djuga turut hadir bersama zus Inggit dan Sdr. Mr. Sujudi dan
isteri.
Tanggal
28 petang 29 Desember 1929 atas usaha kawan-kawan Penguru Partai Nasional
Indonesia di Djokja (Mataram) diadakan Rapat Umum bertempat disalah satu
ruangan muka seorang bangsawan disebelah selatan kuburan orang Eropa didjalan
Gondomanan. Dalam Rapat Umum berbitjara Bung Karno, kami, Sdr. Maskoen, dan
Sdr. Ki Hadjar Dewantara mengadakan pidato sambutannja.
Sebagaimana
biasa, kira2 tengah malam kita bersama pulang kerumah sdr. Sujudi didjalan Tugu
Kidul. Kami bersama Maskoen tidur dikamar belakang, dan Mas Ojib bersama sdr.
Soehada dalam satu kamar lain.
Tiba-tiba
kira2 djam 5 pagi pintu2 digedor-gedor dengan kerasnja dan setelah kami buka,
maka seorang Komisaris Belanda dengan suara membentak-bentak sambil mendorong
dengan pistol menjuruh kami keluar. Beberapa agen polisi menjerbu kamar dan
membeslah semua barang2 dan buku2, surat kabar, phototoestel dll. Kami berdua
hanya boleh keluar dari kamar dan menunggu diserambi pinggir rumah dengan
tjelana pendek dan badju kaos.
Begitu
djuga kami lihat Mang Ojib dan Soehada, sudah digandeng oleh 2 agen polisi.
Kemudian
datang seorang Komisaris, jang memerintahkan kepada agen polisi supaja kepada
kami boleh diberikan pakaian 1 stel. Kami berpakaian dihalaman pinggir, dan
setelah selesai maka lalu digiring naik sebuah motorfiet zijspan. Sdr.
Maskoenpun demikian. Nasib apa jang diderita oleh Bung Karno, zus Inggit dan
kawan-kawan lainnja, kami tidak mengetahuinja. Kami bersama Maskun dibawa
kependjara Mergangsan dan harus menanti disebuah kamar dengan pendjagaan jang
kuat. Tidak berapa lama kemudian tibalah Bung Karno dan kemudian menjusul Mang
Ojib dan Suhada.
Bung
Karno, Maskun dan kami dimasukkan dalam satu cel besar jang menurut keterangan
pendjaga telah diperuintukkan bagi bangsa asing jang digijzel.
Cel
besar itu yang letaknja dibawah satu pohon beringin, dan karenanja maka agak
sedjuk. Cel besar terbagi 2 bagian. 1 Ruangan tidur dimana terdapat 3 krib
dengan pakai kelambu dan selimut strip2, dan 1 ruangan jang kanan kiri - atas
pakai rudji besi, jaitu ruangan untuk djalan-djalan, supaja tidak begitu pegel.
Bung
Karno selalu tersenjum, dan setelah kita buka pakaian, dan hanja memakai badju
dalam, maka Bung Karno bertanja : "Tot, Geuning urang teh ditangkapnja, -
tadi teh teu reuwas"?
Lalu
kita bertiga mentjeritakan perasaan kita diwaktu digedor-gedor dan
persangkaan2, mula-mula mengira ada kebakaran karena dipinggir rumah sdr.
Sujudi kedengaran suara sepatu dan banjak jang berteriak-teriak:
"disini". Sdr. Maskun menjangka ada maling. Dan baru setelah kita
digedor pintu dan bangun dari tempat tidur melihat todongan pistol Komisaris
polisi, barulah kita insjaf bahwa jang bikin rame-rame tadi itu, adalah orang2
dari polisi jang menangkap kita.
Bung
Karno menanjakan dimana Mang Ojib. "Wah karunja Tot, Mang Ojib meureun
moal bisa njedot ubar asmana". (Mang Ojib adalah seorang kawan, jang
umurnja sudah lebih setengah abad, tapi berdjiwa radikal-revolusioner dan
bersemangat muda ksatrija. Penjakitnja Asthma. Tapi walaupun demikian, ia
senantiasa mengikuti Bung Karno dan kami kemana sadja kita berangkat untuk
mengadakan rapat-rapat, kursus2 dan lain-lain pertemuan).
Siangnja
kita mendapat makanan, rupa-rupanja dibeli dari sebuah restorant, karena
kamiingat bahwa hidangan jang diberikan kepada kita serupa hidangan nasi remes
Djokja jang biasa didjual di restorant-restorant.
Selainnja
nasi remes, pun kita mendapat rokok tjap Bolong masing2 sebungkus, dan pisang
masing2 sebuah.
Kepada
cipir jang mendjaga, kita bertanja, apakah sebabnja kita ditahan ini, maka ia
djawab, bahwa ia tidak tahu. Kita kepadanja menanjakan, dimana kawan kita jang
dua lagi. Ia mengatakan mereka ada di cel lain. (Dimana itu cel berada kita
tidak tahu).
Sorenja
kira2 djam 4, kita menerima lagi makanan. Tiba-tiba kita melihat Sdr. Soehada
digiring kekantor, dan tidak lama kemudian sdr. Soehada dibawa keluar. Entah
kemana ia dibawa, kita tidak mengetahuinja.
Malam
itu kita tidur seperti sebagaimana biasa. Hati tetap tenteram eseoknja, kira2
djam 5.30 pagi kita dibangunkan oleh cipir beserta beberapa orang agen polisi,
seorang Komisaris dan seorang Pegawai Polisi berpakaian kain tjarik, pakai
setengah kepala (ketu udeng), badju putih tutup. Bung Karno mengenal ia sebagai
Wedana Salamun.
Wedana
Salamun ini jang menghampiri kita dan dalam bahasa Belanda ia mengatakan
"de heren worden nu naar Bandung getransporteerd, ga nu maar vlug
aankleden," Kita menurut pada perintahnja, dan setelah pintu sel dibuka,
lalu kita keluar. Kita harus ikut mereka masuk satu-tunggu dan setelah beberapa
menit menunggu di ruangan itu, kita dinaikkan kedalam sebuah oto jang sudah
disediakan dandengan dikawal kanan kiri oleh beberapa agen polisi jang
mengendarai speda motor, kita dibawa kestation Tugu dan terus disuruh masuk
kedalam wagon kelas III. Semua djendela2 dari itu wagon ditutup rapat dan
dimuka pintu didjaga oleh 2 oran gagen polisi jang bersendjata.
Kami
disuruh duduk berhadap-hadapan dengan Bung Karno dan disamping masing-masing duduk
soerang opziener polisi Belanda. Maskun dan Mang Ojib duduk dilain ruangan.
Setelah salah seorang politie-opziener Belanda memerintahkan, bahwa kita tidak
boleh berbitjara bahasa lain, ketjuali bahasa Belanda dan sama sekali tidak
boleh berbitjara tentang partai. (De heeren mogen niet in een andere taal
spreken, behalve Hollands en er wordt niet over de P.N.I. gesproken).
Karena
djendela kereta terus ditutup, maka kita sama sekali tidak dapat mengetahui
dimana kita berada, ketjuali ketika kereta api masuk terowongan dan waktu
berhenti di Kroja. Lama setelah kereta berangkat lagi dari Kroja kita dapat
mengetahui bahwa hudjan lebat telah turun dan hawa udara didalam wagon terasa
sedjuk. Dalam pikiran kami sudah tentu kita berada didaerah Periangan, kemudian
setelah lampu dalam kereta dinjalakan, maka kita dapat mengira-ngirakan jaitu
waktu sudah lewat magrib, hudjan lebat masih terus turun dan dalam hudjan lebat
itu kereta api berhendi disebuah station. Dengan dikawal oleh beberapa agen
polisi jang mendjaga kereta api tadi, kita diperintahkan turun dan ketika kita
ada diperon, maka terbatja stasion Tjitjalengka.
Kami
bersama Bung Karno terus dinaikkan kedalam sebuah auto touring dan kanan kiri
berdiri seorang agen polisi diatas triplang, sedangkan didepan oto dan dikenan
kiri pengawal polisi berkendaraan spedamotor. Achirnja kita sampai didepan
pintu bui Bantjeuj jang dibuka oleh seorang sersan Belanda, kedua oto jang
membawa kami berempat masuk kehalaman bui dan setelah kita turun dari oto maka
kita disuruh masuk kedalam sebuah kamar tunggu dimana nampak beberapa ambtenaar
polisi dan sipil antara lain Patih R. Edjeh Kartahadimadja dan Residen J.H.B.
Kunemane begitu djuga Komisaris polisi H.H. Albreghts, Spier, Verspoor, Tjamat
Rachmat, directeur pendjara Zondag dan administratuer pendjara Bantjeuj Sterk.
Tidak lama kemudian kita dibawa kesatu ruangan (blok) dimana terdapat cel2
ketjil dan masing2 dimasukkan dalam itu cel. Tidak lama kemudian lampu2 dalam
cel dinjalakan dan untuk kita diawakan tikar, bantal tikar selimut strip dan
tong untuk buang air dan emuk seng jang berisi air dingin untuk minum dan
tjutji.
Sesudah
kami dan Bung Karno ada dalam masing2 cel, residen Kuneman menghampiri cel Bung
Karno dan terus menanjakan apakah sudah makan atau belum.
Tidak
lama sesudah Residen Kuneman cs. meninggalkan halaman blok, maka untuk kita
dibawakan masing2 satu piring nasi remas. Kami kira nasi remas dari warung nasi
Madrawi didepan mesdjid Bandung.
Pendjagaan
dilakukan oleh kira2 satu regu tentara KNIL, dibawah pimpinan seorang sersan.
Djadi,
kami sekalian mulai merasai bui Bantjeuj pada tanggal 30/31 Desember 1929.
Malam
itu kami terus tidur njenjak karena tjape dalam perdjalanan kereta api Djokja -
Tjitjalengka.
Pagi2
kira2 pukul 6, sesudah kami bangun dan tjutji muka dari air jang ada pada emuk
seng itu, dari sebelah timur kedengaran ada jang menjanjikan Indonesia Raya.
Suaranja njaring, ketjil dan sedikit pelo, saja jakin bahwa jang menjanjikan
Indonesia Raya itu adalah saudara Inu Perbatasari.
Kira2
pukul 8 pagi menerima ransum ompreng nasi merah. Pada pembawa ompreng tersebut
kami menanjakan apakah ada lagi jang ditangkap. Dia mendjawab benar djuga
katanja - kemarin banjak pemuda2 dari P.N.I jang ditangkap dan terus dimasukkan
kebui.
Sesudah
kurang lebih 4-5 hari dalam tahanan, maka pada suatu hari kami dipindahkan
kelain cel, bagitu djuga Bung Karno dan Maskun. Kami masuk cel 7, Bung Karno
cel 5, dan Maskun cel 9, sedangkan Mang Ojib diperintah untuk ambil buntelan
pakaiannja dan topi tjaio ........ disuruh pulang tidak terus ditahan.
Kira2
3 hari kemudian, Supriadinata digiring kedalamblok cel lagi, ia masuk cel No.
11 jang paling udjung dekat kamar mandi.
Pada
malam harinja saudara Supriadinata atas pertanjaan kita menerangkan bahwa dia
ditangkap kembali dari kursus P.N.I. di Tjiandjur. Menerangkan djuga bahwa
saudara Murwoto, Inu, Suka, Subagio dan Mr. Iskaq ada di blok timur.
Sesudah
kami sekalian kira2 seminggu dalam tahanan bui Bantjeuj, baru diadakan
pemeriksaan oleh pihak kedjaksaan, kami sendiri diperiksa oleh djaksa Hendarin,
bung Karno oleh hoofddjaksa Sumadisurja sebagai vooronderzoek jang selandjutnja
diteruskan kepada Parket Djendral di Djakarta, diantaranja Mr. Roskot jang
sangat menekan dalam tjara pemeriksaannja.
Sesudah
ada waktu dalam tahanan bui Bantjeuj, meskipun pendjagaankuat, tapi berita2
dari luar bisa sadja menembus kedalam diantaranja keganasan2 tjara pemeriksaan
terhadap anggota2 P.N.I. jang ada diketjamatan-ketjamatan dan kampung, sampai
tidak aneh lagi pemeriksaan jang ditambah dengan pukulan dan siksaan badan.
Saudara Noersa'i dipukul kepalanja sampai achirnja mendjadi gila. Saudara Kasmo
dipukul kakinja sampai tidak bisa djalan karena harus mengakui bahwa
imperialisme itu adalah tjamat, wedana dan polisi.
Berita
jang kita terima dan sangat menjedihkan, sesudah kira2 3 minggu menerima kabar
bahwa anaknja Mr. Iskaq jang perempuan telah meninggal dunia karena penjakit
thyphus.
Disini
kita bisa bajangkan bagaimana sedihnja seorang bapa jang ada dalam tahanan dan
menerima berita anaknja meninggal dunia.
Pemeriksaan
berdjalan terus, dan sesudah pemeriksaan didjalankan oleh pihak Parket mulai
dibolehkan menerima makanan dari rumah atau famili.
Sesudahnja
lebih dari 1 bulan dalam tahanan, hanja anggota2 P.N.I. jang dikeluarkan,
diantaranja Mr. Iskaq sendiri tapi sesudahnja ada diluar tidak boleh ada di
Bandung, pindah ke Makssar.
Sesudah
pemeriksaan berdjalan lama dan hampir selesai suatu kegembiraan dengan
datangnnja saudara Mr. Sartono dan Mr. Sujudi kedalam bui menerangkan bahwa ia
berdua akan mendjadi pembela, dengan dibantu djuga oleh Mr. Sastromuljono dan
Rechtskundige R. Idih Prawiradiputra.
Pada
bulan2 pertama sebelum ada pemeriksaan terhadap kita jang didjalankan oleh
opsir djustisi (Parket), sama sekali tidak diperbolehkan untuk berbitjara satu
sama lain. Dan untuk mendjaga pelanggaran, maka dihadapan pintu diadakan
pendjagaan oleh sipir Belanda.
Apabila
kita akan mengambil hawa luar (luchten) dikeluarkan dari cel, harus bergiliran
tidak boleh bersama-sama. Maksudnja supaja tidak bisa berbitjara antara kita
sama lain jang ditahan. Begitu djuga diwaktu luchten tidak diperbolehkan
didepan pintu cel kita, tetapi hanja diperbolehkan dideplan ruangan cel sebelah
timur sadja. Pendek kata, pendjagaan terhadap kami ber-empat, sangat keras.
Seperti pemeriksaan pakaian diwaktu ganti dengan gantinja jang dari luar,
begitu djuga kalau dapat makanan kiriman dari luar dengan sangat teliti
diperiksa lebih dahulu.
Keadaan
jang sangat keras itu kira2 berdjalan sampai 2 bulan, dan setelah pemeriksaan
didjalankan oleh Parket Pokrol Djenderal, maka kelonggaran sedikit demi sedikit
mangkin ada.
Mula-mula
dibolehkan membatja buku2 dari Bibliotheek Loge St. Jan, tetapi dengan
ketentuan tidak diperbolehkan membatja buku2 politik atau buku2 jang
berdasarkan Marxisme dsb-nja. Jang diperbolehkan hanja buku2 tjerita roman atau
buku2 pengetahuan lainnja. Demikian djuga surat2 kabar tidak diperbolehkan sama
sekali.
Jang
sering diberi tugs untuk mendjaga kami, ialah seorang Belanda totok bernama
Bos. Lama kelamaan ia sering mengobrol djuga dengan Bung Karno jang akhirnja mungkin ia dapat
sedikit mengetahui akan hal kami. Karena, setelah ia sering mendjaga kami, maka
ia mengusahakan surat2 kabar jang hampir setiap hari diberikannja kepada kami,
seperti A.I.D de Preangerbode. Sipir Bos achirnja menerangkan kepada kami,
bahwa isterinja orang Periangan, malahan anaknja perempuan sekolahnja di Taman
Siswa Kebonkelapa, Bandung.
Selain
sipir Bos jang suka memberikan surat2 kabar, djuga Pak Sariko pegawai rumah
pendjara Bantjeuj, seorang pensiunan sersan sering memberikan surat kabar
bahasa Sunda "Sipatahunan". Surat kabara lainnja jang sering terima,
jalah "Sin Po" jang sering kami dapat dari seorang kawan Tionghoa
jang pada itu waktu sedang digijzel dicel sebelah Timur. Djadi pada waktu kami
mendapat tempo untuk djalan2 dicel sebelah Timur, pada waktu itulah kami dapat
menerima surat kabar "Sin Po" dari saudara Boen Kim Sioe. Pada waktu
kami kekakamar mandi, maka surat kabat sudah disimpannja didalam kamar
mandijang kemudian kami simpan dalam badju.
Dengan
dapat membatja surat2 kabar jang hampir setiap hari kami terima itu, maka kami
tahulah bahwa proses P.N.I. pada itu waktu sangat menggemparkan jang bukan
sadja di Indonesia, tetapi djuga di negeri Belanda sendiri sehingga terutama
mendjadi buah fikirannja seorang Sosial Demokrat J.E. Stokvis dan Dantz jang
kebetulan mendjadi anggota Tweedekamer.
Pada
waktu malam, cel2 tempat kami tidak didjaga lagi, tetapi tjukup dengan pintu
blok sadja dikuntji. Pada waktu malam itulah kesempatan bagi kita untuk
bergiliran membatja surat2 kabar. Dengan pertolongan selembar benang, surat
kabar itu diikat dan kemudian ditarik dari cel lain. Begitulah seterusnja
sehingga kami berempat dapat bergiliran membatja surat kabar.
Residen
Kuneman waktu itu mulai sering menengok Bung Karno dan sering menanjakan
kebutuhan2 kami. Maka diantaranja perbaikan setelah sering ditanjakan
kekurangan2, antaranja tikar tempat tidur jang tadinja hanja sehelai ditambah
djadi empat lima helai, kemudian bantal jang tadinja hanja bantal dari sabitan
daon pandan, diganti dengan bantal kapok sebesar guling untuk baji. Djuga
selimut strip2 jang tipis diganti dengan selimut wol berstrip merah tebal.
Meskipun
telah mendapat perobahan didalam pemeliharaan, tetapi untuk dapat berbitjara
satu sama lain tetap belum diperbolehkan.
Pandjaga
sering mendjaga bergiliran, jalah sipir Belanda totok Bos, mantri Sariko,
mantri Sukiman dan hulp mantri Darmin.
Selama
vooronderzoek masih berdjalan, maka kita diperbolehkan menerima tamu dari luar
hanja keluarga sadja, jalah dua kali dalam seminggu, hari Selasa dan Djum'at
antara djam 2 sampai djam 4 siang. Penerimaan tamu hanja diperbolehkan dikamar
bezoek sadja. Akan tetapi setelah pemeriksaan selesai, maka kundjungan keluarga
diperbolehkan dihalaman blok dan boleh dari pagi sampai siang hari.
Setelah
keadaan penahanan mendjadi ringan, maka kita diperbolehkan berolah raga seperti
adu gulat, bertjotjok tanam dsb.nja. Dan seterusnja setelah itu diperbolehkan
pula membatja buku2 politik dari rumah sendiri. Bung Karno boleh mengambil
buku2nja sendiri dari rumah jang kemudian didjadikan bahan untuk menjusun
pleidoinja "Indonesia Menggugat". Maka dengan radjinnja Bung Karno
menulis dengan bahan2 buku sendiri jang bisa dikirimkan oleh Ibu Inggit atau
suruhannja saudara Entjon. Selain buku2 jang mengandung politik, maka Bung
Karno sering pesan buku2 tjerita atau dongeng2, antaranja buku tjerita wajang
buah tulisan J Kats. Buku tjerita wajang tulisan J. Kats itu memuat banjak
tjerita2 (lakon) wajang berpuluh-puluh. Bung Karno mengharuskan kepada kami
agar setiap hari menghafalkan satu tjerita untuk nanti malamnja kami dongengkan
kepada Bung Karno sehabis beliau menulis bahagian2 dari pleidoinja. Djadi kami
setiap malam djadi dalang jang lakonnja tadi siang kami hafalkan. Dan disini
kelihatan, kegembiraannja Bung Karno kepada wajang. Bung Karno paling suka dan
sangat membanggakan Gatotkatja dan jang lainnja kepada Karna. Kadang2 kalau
dalam satu tjerita kebetulan Gatotkatja mengalami kekalahan didalam perang
tandingnja maka
Bung
Karno dalam bahasa Sunda: "Ahmoal enja Tot, Gatotkatja make eleh".
(Ah, mas Tot, Gatotkatja bisa kalah). Maka kami djawab dulu : "Ah, henteu,
engke oge kapan hirup deui". ( Ah, nanti djuga hidup lagi ). Bung Karno
lalu : "Pek atuh tulujkeun". ( Tjoba teruskan lagi).
Kalau
malam sedang kebetulan hari baik, maka kedengaranlah bunji keramaian diluar
rumah pendjara, dan kami membajangkannja dengan obrolan2 andaikan kami berada
diluar tentu melihat bioskop. Karena kami melihat adpertensi bahwa dibioskop
"Elita" diputar pilem bitjara pertama "Singing in the Rain"
Bung Karno memang gemar melihat pilem kalau habis pulang kursus maka biasanja
terus kebioskop.
Demikianlah
antaranja kehidupan kita dirumah pendjara Bantjeuj kurang lebih satu tahun.
Bulan
Agustus tahun 1930 dimulai pemeriksaan oleh Landraad (Pengadilan Negeri) jang
kemudian putusannja pada bulan
December
1930 didjatuhkan. Djadi pemeriksaan berdjalan selama kurang lebih lima bulan.
Setekag
tanggak 22 /decenber 1930 dudjatuhkan putusan dan apel ditolak, maka kita
dipindahkan kerumah pendjara Sukamiskin (luar kota Bandung).
Begitu
tiba dirumah pendjara jang baru itu, maka pakaian ditukar dengan pakaian blau 2
stel, pijama tjele 2 stel, sepatu putih dan kelom masing2 1 stel. Kami ditahan
dulu dikamar rumah sakit pendjara selama 2 hari jang kemudian ditjukur gundul.
Setelah
dua hari ditahan dirumah sakit, maka dipindahkan kekamar blok kruis Barat
disebelah atas ditjampurkan dengan hukuman2 bangsa Eropa. Kamar4 blok kruis
tersebut merupakan bahagian untuk para tahanan/hukuman orang2 terpeladjar.
Setelah penetapan kamar2 bagi kami, maka esok harinja kami sendiri
dipekerdjakan dibahagian schriftenmakkerij, Bung Karno diplekerdjakan
dibahagian mesin garis untuk melajaninja
dan saudara Maskun mendjadi tukang menghitung buku tulis dan kami sendiri
bagian tintanja. Sesudah kira2 2 bulan dipekerdjakan dibahagian2 tersebut, Bung
Karno dipindahkan kebahagian administrasi.
Dirumah
pendjara ini banjak sekali kebebasan seperti untuk berolah raga, main musk
dsb.nja. Bung Karno mempergunakan waktunja banjak membatja, kami sendiri sepak
bola dan main musik bersama-sama dengan sdr. Maskun.
September
1931 kami keluar dari pendjara Sukamiskin Bung Karno keluar tanggal 29 Desember
1931 djuga, karena dengan putusan G.G. De Graff hukumannja hanja djadi 2 tahun.
( Dikutip dari risalah " Bung Karno dihukum 4 tahun" Olah
E.M. Dachlan )
Disalin dari : Almanak Umum Nasional 1957
Penerbit : N.V. PUSTAKA & PENERBITAN "ENDANG" halaman 138 - 148
Gatot
Mangkoepradja
(lahir di Sumedang, Jawa Barat,
25 Desember 1898
– meninggal 4 Oktober 1968
pada umur 69 tahun). Ayahandanya adalah dr. Saleh Mangkoepradja, dokter pertama
asal Sumedang.
Elon Muhammad Dachlan lahir di
Singaparna, Tasikmalaya 19 Oktober 1910 dari keluarga kiyai. Ketika berumur 14
tahun tulisannya muncul di mingguan Surapati yang terbit di Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar