Mengenang, bukan meratapi.
Imam Muslim meriwayatkan dari 'Aisyah dia berkata; "Halah binti Khuwailid, saudara perempuan Khadijah, pernah meminta izin untuk masuk ke dalam rumah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Sepertinya beliau mengenali suaranya yang mirip dengan suara Khadijah, hingga beliau merasa senang. Tak lama kemudian beliau berkata: ya Allah, ternyata ia adalah binti Khuwailid, adik perempuan Khadijah! ' Aisyah berkata; Tentu saja saya merasa cemburu dan berkata; 'Mengapa Anda masih mengingat-ingat perempuan Quraisy yang tua renta itu, yang kedua ujung bibirnya telah memerah dan ia sudah tidak ada lagi, Sedangkan Allah telah memberikan gantinya yang lebih dari padanya untuk engkau."
Hj. R. Ida Widaningsih diangkat menjadi guru PNS pada 1 Januari 1970. Ditempatkan di SD Negeri Manggahang II yang terletak di Cipicung desa Manggahang Kecamatan Ciparay. Ia dapat cepat diangkat ketika sudah lulus KGA karena saat itu memang masih dibutuhkan tenaga guru. Pengangkatan PNS saat itu tidak melalui seleksi seperti testing. Pengangkatan dilakukan atas usul Penilik secara tambal sulam. Ketika ada guru yang pensiun diusulkan pengangkatan pns guru baru.
Ketika mengikuti KGA ia belum menjadi PNS padahal untuk
membayar uang kursus harus ada yang bersedia dipotong gajinya. Asep Rosidin
salah seorang adik misan Hj. R. Ida bersedia membantu. Setiap bulan gajinya
dipotong untuk membayar uang kursus yang baru diganti belakangan.
Di sekolah inilah Hj. R. Ida mulai belajar
untuk mengajar di kelas yang sebenarnya. Meskipun baru pertama kali mengajar ia
dapat cepat menyesuaikan diri sehingga dapat
melaksanakan pekerjaan dengan baik. Setahun kemudian ia mengajukan permohonan
pindah tugas ke Dayeuhkolot, Kepala SD tempatnya bekerja merasa berkeberatan. Hanya karena di Dayeuhkolot juga ada SD yang
kekurangan guru akhirnya permohanan pindah itu dikabulkan dan ditempatkan di SD
Negeti Dayeuhkolot VI di Pasigaran yang saat itu dipimpin oleh pak Eme Ahmad,
yang membantu kepindahan itu. Pak E. Ahmad adalah adik misan mak Uking, ibu
dari Hj. R. Ida.
Hj. R. Ida Widaningsih
pindah ke SD Negeri Dayeuhkolot VI mulai 1 Mei 1971. Penyelenggaraan administrasi kelas dan
administrasi sekolahnya relatif lebih baik dibandingkan dengan tempat bekerja
sebelumnya. Di tempat kerja sebelumnya pun sudah terbiasa mengerjakan
administrasi kelas hanya pengarsipannya belum tertata rapi. Di sini administrasi kelas yang sejenis
ditempatkan dalam satu map. Jika hendak digunakan atau ada pemeriksaan tidak
sulit lagi menyiapkannya.
Pekerjaan guru itu bukan hanya mengajar
di kelas, melainkan juga membuat persiapan (tertulis) sebelum mengajar dan
melakukan evaluasi setelahnya. Sebelum diberlakukannya Kurikulum 1975 persiapan
mengajar itu bentuknya sederhana tidak terlalu rinci. Persiapan mengajar yang
sudah dibuat guru harus diketahui/ditanda tangani oleh Kepala Sekolah.
Bukan tak ada yang enggan membuat
persiapan mengajar ini. Yang sudah lama mengajar ada yang berpendapat tak perlu
membuatnya karena sudah hafal apa yang harus dikerjakannya di kelas. Adakalanya pekerjaan yang seharusnya
dilakukan sebelum mengajar itu justru dikerjakan setelahnya. Biasanya ketika
akan ada pemeriksaan oleh Penilik/Pengawas SD. Persiapan mengajar yang telah
selesai dan ditandatangani oleh guru masih harus diperiksa dan ditandatangani
kepala sekolah sebelum dipergunakan. Umumnya persiapan mengajar itu dibuat
untuk setiap hari sekolah.
Mulai 1
Januari 1974 pindah lagi ke SD Negeri Dayeuhkot VII, yang saat itu berlokasi di
jalan Raya Dayeuhkolot. Kepindahan ini dimungkinkan karena salah seorang guru
di sekolah itu pindah mengajar ke SMP Negeri Dayeuhkolot. Kepindahan guru SD ke
SMP itu biasanya dimaksudkan supaya golongan pangkatnya tidak terhenti di
golongan II/d. Jika pindah ke SMP bisa sampai ke golongan III/b. Saat itu guru
belum dinyatakan sebagai jabatan fungsional.
Lokasi SD N
Dayeuhkolot VII bersama dengan SD N Dayeuhkolot II dan IV terletak di pinggir
jalan Raya Dayeuhkolot. Status tanahnya milik Desa. Lokasi ketiga SD itu
sekarang dijadikan ruko yang salah satunya Toko Mas Sinar Gaya. Beberapa tahun kemudian lokasinya pindah ke
jalan Mama Yuda (Bolero), sedangkan SD N Dayeuhkolot II dan IV pindah ke
bangunan baru di kampung Kaum dekat makam Bupati Bandung.
Di sekolah
ini bekerja cukup lama hingga 30 Juni 1983. Di sekolah ini ia berhasil
mengembangkan kemampuan mengajar berbekal pengalaman di tempat kerja
sebelumnya. Di sini ia mendapat tugas mengajar kelas I dengan berhasil. Ukuran
keberhasilan dengan cara sederhana saja, yaitu hampir semua murid di kelasnya
sudah mampu membaca, menulis dan
berhitung pada semester pertama. Dengan jumlah murid pada setiap
rombongan cukup banyak, tentu bukanlah pekerjaan mudah, karena waktu itu hampir
semua murid kelas I tidak pernah belajar di TK lebih dahulu.
Pada saat Hj. R. Ida mengajar di sekolah ini
pemerintah mulai menerapkan metode mengajar membaca menulis SAS (Sistem
Analitik Sintetik) melengkapi metode yang digunakan sebelumnya. Untuk
persiapannya guru-guru kelas I diwajibkan mengikuti penataran. Buku yang
digunakan sebagai bahan penataran itu sampai saat ini masih ada. Nampaknya ia
tidak menjumpai kesulitan mempelajari dan menmggunakan metode SAS ini.
Sementara rekan-rekannya yang lain ada yang merasa sulit menggunakannya Hj. R.
Ida justru merasa terbantu untuk meningkatkan keberhasilan murid-muridnya.
Bekerja dengan penuh kesungguhan dan
menerapkan displin bagi diri sendiri menyebabkan Hj. R. Ida Widaningsih
memperoleh nilai DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) cukup tinggi
dibandingkan dengan rekan-rakannya yang sebagian besar lebih senior. DP3 itu merupakan dokumen semacam rapor yang
dibuat rangkap tiga, satu untuk penilai, satu untuk atasan penilai dan untuk
pns yang dinilai. Penilaian ini dibuat setiap akhir tahun, jadi untuk setiap
tahun satu DP3. Perolehan nilai dari tahun ke tahun senantiasa naik, menandakan
kinerjanya cukup baik. Adakalanya
penilaian itu dilakukan pejabat penilai secara subyektif. Pernah salah satu
unsur yang dinilai lebih rendah dari tahun sebelumnya, ketika hal itu
ditanyakan penyebabnya mendapat jawaban karena tidak membantu kegiatan kepala
sekolah di desa. Ukuran yang aneh karena kegiatan di desa bukan merupakan tugas
pokok guru.
Waktu itu para guru diwajibkan mempunyai
ringkasan catatan DP3 dari tahun ke tahun. Mungkin untuk melihat perkembangan kinerja
setiap guru.
Boleh jadi karena tidak menyalin langsung
dari DP3 tiap tahun atau oleh penyebab lain, nilai dalam ringkasan itu ternyata
ada yang lebih rendah dari yang tercantum dalam DP3. Ini baru diketahui ketika mengajukan
permohonan pindah mengajar ke sekolah lain. Posisi Hj. R. Ida dalam DUK di
sekolah ini terhitung rendah karena hampir semua gurunya termasuk guru senior. Sementara kalau pindah
ke sekolah lain posisi DUK-nya bisa naik, apa lagi jika pindah ke SD Inpres.
Pernah minta bantuan salah seorang saudara
yang menjadi Kepala SD yang baru dibentuk dengan harapan dapat menaikkan posisi
dalam DUK tetapi tidak ditanggapi dengan
alasan khawatir mengganggu hubungan baik dengan Kepala SD yang ditinggalkan.
Saat itu jabatan guru belum dijadikan jabatan
fungsional yang memungkinkan kenaikan pangkat yang tak terbatas. Pangkat guru
SD saat itu maksimum hingga golongan II/d sekalipun sudah memenuhi syarat naik
ke III/a. Supaya bisa naik pangkat
hingga ke golongan III tak ada jalan lain dari pada berusaha untuk diangkat
menjadi Kepala Sekolah atau pindah mengajar ke SMP. Setiap sekolah dapat
mengusulkan calon Kepala SD yang salah satu syaratnya mempunyai posisi paling
tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan (DUK) di sekolah yang bersangkutan.
Akhirnya Hj. R. Ida Widaningsih diizinkan
pindah ke SD Negeri Dayeuhkolot XI mulai 1 Juli 1983. Saat itu sekolah ini
dipimpin oleh Ibu Hj. Iing Hafidzoh. Ketika baru pindah ke sekolah ini jumlah
muridnya tidak sebanyak di sekolah-sekolah sebelumnya. Murid kelas satu hanya
belasan orang. Nampaknya masih kurang mendapat kepercayaan masyarakat. Setelah Hj.
R. Ida mengajar di sekolah ini, berangsur-angsur pendaftar murid kelas I
bertambah banyak sehingga akhirnya mencapai dua rombongan belajar. Dalam waktu
lima tahun setiap tingkatan terdiri atas dua rombongan belajar`. Tahun 1988
sekolah ini memenuhi syarat untuk dibagi dua. Atas dukungan Ibu Hj. Siti Rochmah, kepala
sekolah saat itu yang menggantikan Ibu Iing Hafidzoh, SD Negeri Dayeuhkolot XI dimekarkan
menjadi dua sekolah. SD Negeri Dayeuhkolot XI dan SD Negeri Dayeuhkolot XIII.
Setelah melalui proses yang melelahkan
sekolah ini dibagi dua dengan dibentuknya SD Negeri Dayeuhkolot XIII. Hj. R.
Ida Widaningsih diangkat menjadi pejabat Kepala Sekolah baru ini sejak 1
Nopember 1988 dan diangkat sebagai Kepala SD yang sama mulai 25 Maret 1989. Hj.
R. Ida Widaningsih tak pernah pindah ke sekolah lain sampai pensiun pada 1
Maret 2003. Mulai dari sekolah dengan murid yang minim. Satu kelas hanya
beberapa belas orang. Karena mendapat kepercayaan masyarakat dapat
mengembangkan sekolahnya menyamai sekolah induk.
Banyak kepala sekolah yang berusaha minta
pindah ke sekolah lain yang muridnya lebih banyak. Ada kepala sekolah yang
bertugas di tempat yang sebenarnya dekat dengan rumahnya pun minta pindah ke
sekolah yang lebih banyak muridnya meskipun lokasi sekolahnya lebih jauh dari tempat
tinggalnya. Bukan tak ada yang setelah pindah ke sekolah yang diinginkannya
kemudian mengaku ditugaskan untuk memperbaiki
sekolah yang didatanginya.
Ketika Hj. R. Ida Widaningsih pensiun masih
diminta untuk tetap menjabat kepala sekolah sampai ada penggantinya, tetapi
ditolaknya. Bukan karena sudah tak mau menyumbangkan tenaga melainkan hendak
menghindari tudingan seakan-akan tak mau melepaskan jabatan. Dan seperti
umumnya sekolah bermurid banyak, tak sedikit yang ingin menggantikannya di
sekolah itu. Hj. R. Ida Widaningsih pernah berceritera bahwa ada kepala SD yang
ingin pindah ke SD Negeri Dayeuhkolot XIII, katanya sampai ditahajudan. Maksudnya
mungkin berdo’a ketika tahajud karena dikabulkan tidaknya keinginan seseorang
bukan karena tahajud, melainkan atas perkenan Allah swt.
Setelah Hj. R. Ida pensiun, ibu Hj. Euis
Rohani menggantikannya sebagai kepala SD Dayeuhkolot XIII. Pada saat yang
bersamaan ibu Hj. Sarwati menjabat Kepala SD Negeri Dayeukolot XI menggantikan
ibu H. Yuyu Rodiah. Ketika ibu Hj.
Sarwati meninggal dunia, ibu Hj. Euis Rohani merangkap sebagai pejabat Kepala
SD Negeri Dayeuhkolot XI. Dua sekolah yang jumlah muridnya sama banyak itu dimerger
saat dipimpin oleh ibu Hj. Euis Rohani. Anehnya dua sekolah lain yang ada di
kompleks yang sama tidak dimerger, meskipun salah satu di antaranya jumlah muridnya kurang dari jumlah
murid SD Negeri Dayeuhkolot XIII.
Sepuluh tahun setelah pensiun Hj. R. Ida
Widaningsih Allahu Yarham wafat pada usia 71 tahun. Tepatnya pada 22 Maret
2014. Meninggalkan suami, lima anak dan empatbelas orang cucu. Semoga
Allah swt merahmatinya, dan sesungguhnya kita kepunyaan Allah dan akan
dikembalikan kepada-Nya. Ia lebih dahulu dari kita dan kita akan mengikutinya.